Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengaku, tidak khawatir dengan target investasi yang dipatok pemerintah sebesar 7-7,5 persen pada 2020.
Sebab, dengan berbagai kebijakan insentif yang diberikan pemerintah, bukan tidak mungkin target investasi tersebut bisa tercapai.
"Ekonomi kita itu masuk di antara 5 ekonomi dunia paling banyak menyerap investasi jangan terlalu risau," kata dia saat ditemui di Gedung DPRI Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Darmin mengatakan, pemerintah saat ini sudah menggulirkan kebijakan insentif seperti tax holiday. Kebijakan tersebut dilakukan untuk menarik investor masuk di bidang industri hulu seperti baja dan petrokimia.
"Jadi kita sudah bikin kebijakannya bahwa realaisasi lumayan banyak tax holdiay itu yang sudah mendapat sekarang ada 25 investasi," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong optimistis pertumbuhan investasi asing dan domestik bakal moncer dan menyentuh dua digit pada 2019. Hal tersebut didorong oleh relokasi bisnis akibat perang dagang.
"Prediksi saya untuk full year 2019 PMA dan PMDN kembali ke double digit. Termasuk juga PMA. Saya cukup percaya diri jadi itu satu aspek positif ekonomi sementara ini," kata Thomas di Jakarta, Selasa, 18 Juni 2019.
Oleh karena itu, Indonesia perlu menjaga kinerja perekonomiannya agar dapat menarik investasi masuk. Dia menyebut sejumlah aspek harus diperhatikan dari perekonomian domestik, seperti konsumsi dan ekspor.
"Kita yang tentu harus kita jaga habis-habisan seperti kita lihat kemarin konsumsi masih agak lemah. Sementara ekspor masih agak sulit. Meskipun di situ saya juga lihat potensi dari perang dagang. Ekspor kita bisa kembali meningkat karena relokasi produksi dan relokasi order ke Indonesia. Prospeknya cukup baik," imbuhnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Di Depan Banggar DPR, Menko Darmin Paparkan Kondisi Ekonomi RI
Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggelar rapat kerja bersama dengan empat menteri koordinator Pemerintahan Jokowi-JK.
Adapun rapat ini membahas mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) Kementerian koordinator (Kemenko) dalam APBN Tahun 2020.
Dari pantauan merdeka.com, rapat dimulai pukul 10.40 WIB dan diikuti oleh empat pimpinan kementerian koordinator diantaranya Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, Menko Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto. Dalam kesempatan ini, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, mengawali pemaparannya dengan membeberkan kondisi perekonomian secara nasional.
Dia mengatakan, meski ekonomi dalam negeri tengah diterpa ketidakpastian global tapi ekonomi RI masih cukup baik.
"Ekonomi global sebenernya tidak kondusif apalagi setelah ada perang dagang dan berbagai tekanan gejolak politik global namun di tengah situasi seperti itu ekonomi kita masih mampu mencetak pertumbuhan meski tidak cepat peningkatan terjadi setiap tahun ke tahun," kata dia di ruang Sidang Banggar DPR RI, Jakarta, Selasa 25 Juni 2019.
Darmin membeberkan, kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2015 terus meningkat hingga 2018. Pada 2015, ekonomi RI tumbuh 4,88 persen, selanjutnya pada 2016 tumbuh sebesar 5,03 persen. Kemudian pada 2017 tumbuh menjadi 5,03 persen dan pada 2018 mencapai 5,17 persen.
"Jadi artinya walaupun ada tekanan kita masih bisa cetak pertumbuhan yang sedikit meningkat dari tahun ketahun," imbuhnya.
Darmin menambahkan, indikator ekonomi lain yang menunjukan kondisi ekonomi Ri membaik yakni ditujukan dari laju inflasi. Sejak 2015 hingga ke 2018 inflasi selalu menunjukan atau berada di bawah rata-rata 3,5 persen dari target yang dipatok pemerintah.
"Indikator lain dan sosial menunjukan konsisten yaitu inflasi. Inflasinya dari 2015 ke 2018 dia disekitar 3,5 persen ke bawah kecuali 2016 3,6 persen," katanya.
Di samping itu faktor lain yang menunjukan perbaikan yakni tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran dan gini ratio yang juga turut mengalami penurunan dati tahun ke tahun. "Itu menunjukan gabungan dari semua ini pertumbuhan kita kualitasnya baik. Itu secara ringkas gambaran ekonomi kita," pungkasnya.
Kepala BKPM Sebut Indonesia Oasis Investasi Saat Perang Dagang
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong memprediksi investasi asing ke sektor riil atau foreign direct Investment (FDI) akan mengalami peningkatan di masa-masa eskalasi perang dagang. Hal tersebut disebabkan kondisi perekonomian domestik yang stabil dan positif.
"Di dunia yang penuh dengan ketidakpastian dan bahkan dari waktu ke waktu banyak kekacauan, kita ini seperti oasis stabilitas dan akal sehat," ujar dia, saat ditemui, di kantornya, Jakarta, Selasa, 18 Juni 2019.
Dia mengatakan perang dagang mendorong banyak industri untuk merelokasi pabriknya ke kawasan di luar negara yang berseteru. Indonesia dengan modal ekonomi yang stabil tentu akan menjadi incaran investor.
"(FDI?) Sekarang mereka (investor) sadar harus mendiversifikasi lokasi-lokasi pabrik. Katakan ada sebuah perusahaan internasional kebanyakan pabrik di negara tertentu. Kalau tiba-tiba negara itu dipilih oleh presiden Trump untuk diajak berantem, kan sebuah risiko yang harus ditanggapi," ungkapnya.
"Jadi memang yang lagi trending di kalangan investor adalah mendiversifikasi lokasi-lokasi pabrik nya. Jangan punya konsentrasi berlebihan di suatu negara atau satu kawasan," imbuhnya
Dia menjelaskan, hari-hari ini, banyak negara yang limbung terpukul penurunan ekonomi global. Indonesia, dengan stabilitas politik dan ekonomi tentu akan meraup keuntungan. Apalagi Indonesia mendapatkan kenaikan peringkat oleh lembaga pemeringkat internasional, seperti S&P.
"Cukup banyak negara lain punya masalah dan tantangan apakah dengan stabilitas politik, makroekonomi, ada negara yang mata uangnya anjlok 30-50 persen. Sementara kita kan tidak. Tidak ada blunder yang signifikan tidak ada volatilitas yang berlebihan, (Indonesia) stabil, rasional, pelan-pelan reformis," ujar dia.
Dia melanjutkan, sejauh pantauan dia, perang dagang memang berdampak ke pasar modal dan pasar uang. Perang dagang, kata dia, telah menyebabkan ketatnya pasar modal.
"Hemat saya dampak dari perang dagang saat ini lebih kita rasakan melalui pasar uang dan pasar modal dengan mengetatnya likuiditas dolar as dengan mengetatnya kondisi likuiditas di pasar karena investor cenderung menarik dananya dan diparkir ke aset aman, safe heaven, seperti obligasi pemerintah AS, dollar, sehingga dollar menjadi mahal dan langka," tandasnya.
No comments:
Post a Comment