Liputan6.com, Malang - Sahri bergegas melintas di antara ratusan orang yang berbaris memanjang. Seluruhnya berseragam hijau, personel Perlindungan Masyarakat (Linmas). Tujuan mereka sama, ke Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Malang, Jawa Timur.
Langkah Sahri, warga Kelurahan Balearjosari, Kota Malang terhenti di pintu masuk. Dia diminta menunggu barisan panjang itu habis. Antrean mengambil pencairan insentif bulanan untuk anggota Linmas di Kantor Satpol PP.
"Harusnya pagi tadi, tapi masih ada urusan kerja lainnya. Baru bisa datang siang ini," kata Sahri di Malang, Kamis, 24 Januari 2019.
Pria berusia 72 tahun itu merupakan salah satu dari total 3.100 anggota Linmas Kota Malang. Sejak 2015 sampai 2018 seluruh anggotanya mendapat insentif Rp 75 ribu per bulan, tapi masih harus dipotong 5 persen oleh Satpol PP sebagai pajak penghasilan.
Siang itu, Sahri bersama seluruh anggota Linmas yang antre dalam barisan itu mengambil jatah insentif periode September-Desember 2018. Total duit yang bakal diterimanya sebesar Rp 285 ribu sudah dipotong pajak.
Tunjangan bulanan itu cukup berharga bagi Sahri, menambah penghasilannya agar dapur terus mengepul. Sehari–hari, ia juga bekerja sebagai penjaga perlintasan kereta api di kawasan Balearjosari, Kota Malang.
"Sekarang sudah agak lumayan jadi Linmas, sudah ada uang bulanan meski nilainya masih sangat kecil," tutur lelaki yang sudah memiliki 7 cicit ini.
Selain uang insentif, Sahri dan para personel Linmas tak perlu lagi membeli seragam dinas. Sebab, Pemerintah Kota Malang sudah memberikan seragam dinas terhadap seluruh anggota Linmas itu. Dahulu, ia harus membeli sendiri seragam tersebut.
Hansip Jadi Linmas
Sahri sudah makan asam garam jadi petugas keamanan rakyat. Ia masih berusia belasan tahun saat tragedi 1965 terjadi. Terdaftar sebagai personel Pertahanan Rakyat (Hanra), ia saksi hidup eksekusi terhadap mereka yang dituduh simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Saya hanya mengawal proses mengangkut orang–orang PKI dibawa ke suatu tempat di selatan Kabupaten Malang," ucap Sahri.
Hanra nama pada masa pemerintahan Sukarno, sebagai salah satu organisasi pertahanan sipil yang dibentuk negara. Pada masa Soeharto baru berkuasa, beralih rupa jadi Pertahanan Sipil (Hansip). Fungsinya tetap sama, menjaga keamanan lingkungan sekitar.
"Di setiap pemilu masa itu ya pasti ikut menjaga. Tapi, tak ada duit bulanan dari pemerintah. Dapat seragam pun kalau kantor kelurahan ingat ke kami–kami ini," ucap Sahri.
Ngatimun, warga Karangbesuki, Sukun, Kota Malang mengatakan hal yang sama. Kakek berusia 65 tahun ini mulai jadi Hansip pada era 1980-an. Ia tetap berseragam hijau saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengubah Hansip menjadi Linmas pada 2014.
"Wah kalau dulu jadi Hansip ya enggak ada apa–apanya. Dapat uang itu kalau ada yang kasih," tutur Ngatimun.
Sulit Rekrut Linmas
Riwayat Hansip berakhir pada 2014, saat Presiden SBY menerbitkan Permendagri Nomor 84 tahun 2014. Beralih menjadi Linmas, sekaligus dari semula di bawah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) kini ikut di Satpol PP.
Meski demikian, personel Linmas rata–rata berusia setengah abad. Sulit merekrut orang agar mau menjadi personel Linmas. Salah satu penyebabnya, Linmas dipandang sebelah mata dan dinilai tetap setara dengan Hansip.
"Padahal sekarang ini pemerintah sudah memberikan berbagai fasilitas lebih untuk mereka. Salah satu bentuknya ya insentif itu," kata Kasie Bina Potensi Bidang Linmas Satpol PP Kota Malang, Pio Purwanto.
Pemkot Malang pun menaikkan anggaran kesejahteraan untuk Linmas. Dari semula Rp 75 ribu per bulan, dinaikkan menjadi Rp 100 ribu per bulan pada 2019 ini. Tapi tetap dipotong pajak penghasilan, sebagaimana aturan pajak masyarakat umum diberlakukan.
"Itu potongan pajak sebagaimana umumnya masyarakat menerima insentif dari pemerintah daerah," ujar Pio.
Di luar insentif bulanan itu, personel Linmas masih bisa mendapat honor tambahan saat menjaga pelaksanaan pemilihan umum tiap 5 tahun sekali. Pada Pilkada 2018 dan Pilpres 2019, dialokasikan honor untuk tiap personel Linmas yang berjaga sebesar Rp 400 ribu.
"Honor itu ada yang ditanggung komisi pemilihan umum ada pula yang ditanggung oleh pemkot," ujar Pio.
Simak video pilihan berikut ini:
No comments:
Post a Comment